PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu
faktor penting dalam perkembangan dan pembangunan suatu negara. Negara
dikatakan maju dalam segala bidang baik dalam bidang ekonomi, teknologi,
pertanian ataupun yang lainnya tidak terlepas dari peran pendidikan. Hal ini
dikarenakan orang cerdas atau berpendidikan akan dapat memberikan kontribusi
yang positif kepada negara. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pendidikan
akan berhasil dengan maksimal manakala setiap elemen dari pendidikan baik dari
bawah sampai atas senantiasa berorientasi pada tujuan pendidikan nasional. Adapun
tujuan pendidikan nasional menurut UU No.20 tahun 2003 pasal 3 disebutkan bahwa
:
Tujuan
pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreative, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk
menjawab tuntutan tersebut, dewasa ini telah banyak dilaksanakan
kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional.
Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya usaha-usaha perubahan dan
perbaikan-perbaikan pada sistem pendidikan. Dimana usaha perbaikan dan
perubahan ini mencakup dari berbagai aspek seperti: kebijakkan, kurikulum, segi
matrial, kesejahteraan para guru dan penempatan guru profesional di daerah
terpencil.
Guru sebagai tenaga pendidikan
harus dapat mengembangkan potensi peserta
didik secara optimal dengan kemampuan untuk berkreasi, mandiri, bertanggung
jawab, dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, sehingga nantinya
dapat melaksanakan fungsinya sebagai warga negara. Dalam memberdayakan peserta
didik secara optimal maka tidak terlepas dari pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik peserta didik.
Proses pembelajaran
yang terjadi di dalam kelas sebaiknya tidak hanya didominasi oleh guru saja,
akan tetapi harus siswa yang lebih aktif karena memang siswa yang belajar bukan
guru, sehingga siswa tidak lagi sebagai obyek belajar akan tetapi sebagi subyek
belajar. Jadi jelaslah bahwa memang siswa yang harus berperan aktif dalam
proses pembelajaran untuk mendapatkan dan mengembangkan pengetahuan itu,
sementara peran guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar akan tetapi sebagai
mediator dan fasilitator dalam rangka membantu optimalisasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara pada tahun pelajaran 2008/2009 semester ganjil kelas XI Metro
dengan pihak sekolah, bahwa Sekolah Madrasah Aliyah Negeri Metro dalam meningkatkan
mutu pendidikan telah melakukan berbagai
upaya-upaya antara lain melengkapi buku-buku perpustakaan, mendisplinkan dalam
proses belajar mengajar baik siswa maupun guru, dan mengikutsertakan guru dalam
pelatihan-pelatihan, setiap guru mata pelajaran wajib membuat
perangkat-perangkat pembelajaran seperti program tahunan, program semester,
silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran. Namun dengan demikian hasil belajar
matematika siswa masih cenderung rendah dengan ditandai banyaknya siswa yang
belum mencapai kreteria ketuntasan minimal (KKM), dimana KKM mata pelajaran
matematika adalah 6,0. sebagaimana dapat kita lihat dari tabel dibawah ini :
Tabel I. Daftar nilai uji Blok matematika siswa kelas XI IPA
Semester Ganjil Metro TP.
2008/2009.
No
|
Nilai
|
Kreteria
|
Jumlah
|
Presentasi
|
1
|
Tuntas
|
15
|
42,9 %
|
|
2
|
< 60
|
Tidak tuntas
|
20
|
57,1 %
|
Jumlah
|
35
|
100 %
|
Sumber : Buku daftar nilai Daftar nilai uji Blok matematika siswa kelas XI IPA4
Semester Ganjil TP.
2008/2009.
Kemuudian didapat dari
hasil observasi dan wawancara terkait dengan siswa yang tidak tuntas ditemukan
beberapa aktivitas antara lain:
1. Siswa menganggap pelajaran
matematika sebagai pelajaran yang sulit dan rumit apalagi penyampaiannya dengan
metode ceramah khususnya pokok bahasan peluang banyak konsep-konsep yang
abstrak.
2. Masih banyak siswa yang tidak memperhatikan guru dalam menjelaskan
materi.
3. Sering kali ketika diberi
kesempatan untuk bertanya siswa hanya berdiam, sementara siswa belum memahami
materi yang disampaikan guru.
4. Kadang kala Jika ada siswa yang
bertanya kepada guru, teman-temannya malah melecehkannya.
5. Sebagian besar siswa tidak dapat
mengerjakan latihan, sementara mereka tidak berusaha untuk membaca buku untuk
mengerjakan latihan tersebut atau bertanya kepada temannya yang dapat mengerjakan.
Melihat
permasalahan-permasalahan diatas maka model pembelajaran kooperatif tipe TPS
disertai demonstrasi, dipandang relevan dengan masalah diatas dalam rangka
untuk meminimalisir permasalahan tersebut. Keunggulan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS dengan model pembelajaran kooperatif lainnya adalah
membentuk tanggung jawab individu dan kelompok, karena pada model ini ada tugas
individu dan tugas kelompok. Setiap siswa akan berpikir dan mempunyai pendapat
sendiri dalam menyelesaikan tugas mandiri yang berkaitan dengan tugas pasangan.
Jadi sebelum siswa masuk kepasangannya sudah mempunyai pendapat tentang materi
yang dipelajari, sehingga mereka akan saling bekerja sama dan saling membantu dalam
anggota pasangan untuk memahami materi dan menyelesaikan tugas mereka. Model pembelajaran
kooperatif learning tipe TPS disertai metode demonstrasi diharapkan dapat
digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan meningkatkan ketuntasan belajar
siswa khususnya mata pelajaran matematika.
Dengan pertimbangan
inilah yang dapat mendorong penulis untuk meneliti masalah ini, mengingat
pentingnya pemilihan metode pembelajaran. Sehubungan dengan hal diatas, maka penulis
mengemukakan judul sebagai berikut :
’UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR
MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE
(TPS) DISERTAI DEMONSTRASI MAN TAHUN 2009-2010”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah maka disusun rumusan masalah pada penelitian sebagai berikut :
1. Apakah pembelajaran dengan metode
kooperatif tipe think- pair- share disertai metode demonstrasi dapat
meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas XI semester ganjil MAN ?.
2. Apakah pembelajaran dengan metode metode
kooperatif tipe think- pair- share disertai metode demonstrasi dapat
meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XI semester ganjil MAN?.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut?
1. Untuk mengetahui peningkatan
aktivitas belajar matematika siswa setelah mengikuti metode pembelajaran
kooperatif tipe tipe think-pair-share disertai demonstrasi pada siswa
kelas XI IPA4 semester ganjil MAN .
2. Untuk mengetahui peningkatan hasil
belajar matematika siswa setelah mengikuti metode pembelajaran koooperatif tipe think- pair-share disertai
demonstrasi pada siswa kelas XI IPA4 semester ganjil MAN .
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian
tindakan kelas yang diperoleh diharapkan dapat berguna:
1. Bagi siswa: untuk mengurangi
kejenuhan siswa dalam belajar yang sehingga dapat dapat mendorong peningkatan aktivitas siswa
yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Bagi guru: untuk menambah wawasan guru sebagai metode alternatif dalam meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar siswa.
3. Bagi sekolah: untuk menambah
sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas siswanya.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang
lingkup pada penelitian adalah sebagai berikut :
1. Penelitian yang dilakukan adalah
jenis penelitian tindakan kelas.
2. Metode demonstrasi pada penelitian
ini hanya sebagai pelengkap metode TPS, dimana metode demonstrasi hanya
digunakan pada saat guru menyampaikan materi ajar.
3. Siswa yang menjadi subyek dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA4 MAN tahun pelajaran 2009-2010
yang bertempat di jalan Ki Hajar Dewantara No 110 Kampus 15 A Iring Mulya Kota Metro.
4. Materi yang diajarkan pada
penelitian ini adalah Materi Peluang.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Kajian Teori
1.
Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi belajar dengan sejumlah
siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelesaikan tugas kelompoknya setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Menurut Slavin (dalam
Isjoni 2007: 12) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6
orang dengan struktur kelompok yang heterogen”.
Pendapat ini didukung
oleh Lie (dalam Isjoni 2007:16) bahwa ”pembelajaran kooperatif dengan istilah
pembelajaran gotong royong, yaitu sistem
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama
dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Sedangkan Menurut Isjoni
(2007:6) menyatakan bahwa
|
Dari beberapa pendekatan diatas maka
dapat disimpulkan tentang ciri-ciri pembelajaran Pembelajaran kooperatif yaitu:
a. Siswa dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok.
b. Kelompok tersebut merupakan
kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 siswa dengan tingkat kemampuan yang
berbeda.
c. Para siswa didalam kelompok
tersebut saling bekerja sama dan saling membantu dalam memahami bahan
pelajaran.
d.
Masing masing anggota kelompok bertanggung jawab
terhadap keberhasilan teman anggota kelompok.
Menurut Lungdren ( dalam Isjoni 2007:13), unsur-unsur dasar dalam pembelajaran
kooperatif sebagai berikut:
a.
Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam
atau berenang bersama”.
b.
Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa
atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri
sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c.
Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua
memiliki tujuan yang sama.
d. Para siswa membagi tugas dan
berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.
e. Para siswa diberikan satu
evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi
kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan
sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g. Setiap siswa akan diminta
mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok
kooperatif.
2.
Metode Demontrasi
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat atau
teori dari para ahli yang menunjang dan mendasari variable pada penelitian ini
:
Menurut Sagala
(2007:210) mengemukakan bahwa:
Metode demonstrasi
adalah pertunjukkan tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai
pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami
oleh peserta didik secara nyata atau tiruan.
Sedangkan Sanjaya (2006:150) mengemukakan bahwa “metode demonstrasi
adalah penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa
tentang sesuatu proses, situasi atau benda tertentu baik sebenarnya atau tiruan”.
Dari beberapa teori diatas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa metode demonstrasi adalah suatu cara menyampaikan informasi
(pelajaran) dengan langsung memperagakan tentang proses terjadinya peristiwa
atau benda agar dapat dipahami oleh siswa baik secara nyata maupun manipulasi.
3. Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
Metode pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah salah satu
metode dari model pembelajaran kooperatif dimana siswa berinteraksi dengan
seorang pasangannya dan kemudian berdiskusi untuk berbagi berbagai informasi.
Strategi ini dilakukan untuk mengefektifkan pembagian informasi secara efesien.
Menurut Arends (dalam Trianto, 2007 : 61) menyatakan ”prosedur yang digunakan
dalam think-pair-share dapat memberikan siswa lebih banyak waktu
berfikir, untuk saling merespon dan membantu”.
Menurut
Alma (2009: 91) think-pair- share adalah ”pertanyaan diajukan untuk
seluruh siswa, lalu setiap siswa memikirkan jawabannya kemudian siswa dibagi
berpasangan dan berdiskusi, pasangan ini melaporkan hasil diskusinya dan
berbagi pemikiran dengan seluruh kelas”.
Menurut Arends ( dalam Trianto, 2007 : 61)
menyatakan bahwa langkah langkah dalam penerapan TPS yaitu:
a. Langkah 1: berfikir (Thinking)
Guru
mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan
meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban
atau masalah.
b. Langkah 2: berpasangan (Pairing)
Selanjutnya
guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh.
Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu
pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus
yang diidentifikasi. Secara normal guru memberikan waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk
berpasangan.
c. Langkah
3 : berbagi (Sharing)
Guru
meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruh kelas yang telah
mereka bicarakan. Hal ini efektif sampai sekitar sebagaian pasangan mendapatkan
kesempatan untuk melaporkan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa metode TPS adalah diawali dengan proses Think
(berfikir), siswa berfikir terlebih dahulu terhadap masalah yang disajikan
guru, kemudian Pair (berpasangan), siswa diminta untuk membentuk
pasangan dan berdiskusikan apa yang telah dipikirkannya secara mandiri dan
diakhiri dengan share (berbagi), setelah tercapai kesepakatan tentang
pikirannya, maka salah satu pasangan membagikan kepada seluruh kelas apa yang
menjadi kesepakatan dalam pasangannya
kemudian dilanjutkan dengan pasangan lain hingga sebagian pasangan dapat
melaporkan mengenai berbagai pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya.
Model pembelajaran kooperatif tipe TPS
Menurut Assyafi'i
(2009: 43) memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan antara lain:
1) Kelebihan TPS (think-pair-share)
- Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain
- Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana.
- Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok.
- Interaksi lebih mudah
- Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya
- Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain dalam masing-masing pasangan untuk saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas
- Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas
- Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil
- Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
- Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain
- Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana.
- Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok.
- Interaksi lebih mudah
- Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya
- Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain dalam masing-masing pasangan untuk saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum disampaikan di depan kelas
- Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam kelas
- Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil
- Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
2) Kelemahan TPS (think-pair-share)
- Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas
- Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang...
- Menggantungkan pada pasangan
- Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
- Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas
- Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang...
- Menggantungkan pada pasangan
- Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.
Selain kelebihan dari TPS diatas ada beberapa alasan perlu menerapkan TPS. Menurut Anatahime (2008: 5) alasan
mengapa perlu menggunakan think-pair-share diantaranya:
1) Think-pair-share membantu menstrukturkan diskusi.
Siswa mengikuti proses yang telah tertentu sehingga membatasi kesempatan
berfikirnya melantur dan tingkah lakunya menyimpang karena mereka harus
berfikir dan melaporkan hasil pemikirannya ke mitranya.
2) Think-pair-share meningkatkan partisipasi
siswa dan meningkatkan banyaknya informasi yamg diingat siswa. dengan think-pair-share
siswa belajar dari satu sama lain dan berupaya bertukar ide dalam konteks yang
tidak mendebarkan hati sebelum mengemukakan idenya ke dalam kelompok yang lebih
besar.
3) Siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial mereka. Dalam think-pair-share
mereka juga merasakan: saling ketergantungan positif karena mereka belajar dari
satu sama lain, menjunjung akuntabilitas individu karena mau tidak mau mereka
harus saling berbagi ide, dan wakil kelompok harus berbagi ide pasangannya dan
pasangan yang lain atau keseluruh kelas
4. Pengertian Belajar
Siswa dikatakan telah
belajar apabila terdapat perubahan perilaku pada siswa tersebut atau
memperbaiki pengalaman yang telah dimiliki. Hal ini sesuai dengan yang
dikatakan Hamalik (2005:27) bahwa: ” belajar adalah modifikasi atau memperteguh
kelakuan melalui pengalaman”.
Sedangkan menurut Sardiman (1986:20) menyatakan bahwa ”belajar
adalah perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkain kegiatan
misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya”.
Pendapat ini didukung oleh Kimble (dalam
Simanjutak 1992:38) menyatakan bahwa :
Belajar adalah perubahan yang
relatif mantap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari
latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan–perubahan karena
kematangan, kelelahan, atau kerusakan pada susunan saraf.
Dari penjelasan diatas
maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri si belajar akibat dari pengalaman yang diperoleh dari serangkaian
kegiatan dan bukan perubahan tingkah laku yang diakibatkan karena kematangan (mature)
atau kerusakan pada susunan saraf.
5. Aktivitas Belajar
Aktivitas/Kelakuan
dari siswa yang dimodifikasi atau diperbaiki dalam belajar adalah kelakuan yang
kurang baik. Perbaikan kelakukan siswa dilakukan dengan memperbaiki pengalaman
belajar siswa. Setiap siswa tentu memiliki pengalaman belajar yang berbeda.
Siswa telah belajar jika siswa tersebut telah memperbaiki pengalaman yang salah
yang dimiliki oleh siswa. Salah satu cara memperbaiki pengalaman adalah dengan
melakukan aktivitas belajar di dalam kelas. Dengan melakukan aktivitas maka
diharapkan siswa akan mengetahui dimana letak kesalahan pemahaman siswa selama
ini dan kemudian memperbaikinya.
Pada
saat pembelajaran berlangsung ternyata ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan
oleh siswa. Kegiatan yang dilakukan oleh siswa tentu diharapkan adalah
kegiatan yang bermanfaat yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar.
Jika siswa melakukan aktivitas yang relevan dengan kegiatan belajar mengajar
tentu diharapkan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap hasil belajar
siswa.
Menurut Whipple (dalam
Hamalik 2005:173) membagi kegiatan-kegiatan siswa menjadi bekerja dengan
alat-alat visual, ekskursi, dan trip, mempelajari masalah–masalah,
mengapresiasikan literatur, ilustrasi dan kontruksi, bekerja menyajikan
informasi serta cek dan tes.
Kemudian
menurut Dierich (dalam Hamalik 2005:172)
menambahkan bahwa jenis-jenis aktivitas itu terbagi menjadi: kegiatan
visual, lisan (Oral), mendengarkan, menggambar, memetrik, kegiatan
mental, dan kegiatan emosional.
Pada penelitian ini kisi-kisi aktivitas
dari siswa yang diamati yang berhubungan dengan metode pembelajaran TPS
disertai Demonstrasi yaitu:
Tabel
II. Kisi-kisi aktivitas siswa
No
|
Sintaks
|
Aspek Aktivitas
|
Indikator
|
1.
|
Menjelaskan materi dengan demonstrasi
|
Memperhatikan penjelasan guru melalui demonstrasi
|
- Menghadap ke guru yang sedang
menjelaskan.
- Bertanya kepada guru
mengenai materi
|
2.
|
Think
|
Memikirkan soal dalam LKS
|
- Membaca buku yang relevan dengan
masalah/soal
|
3
|
Pair
|
Berdiskusi dalam pasangan
|
- Menjelaskan penyelesaian soal
kepada pasangannya
- Menyatukan kedua jawaban mereka
- Bertanya kepada pasangannya
|
4
|
Share
|
Berbagi hasil diskusi ke seluruh kelas.
|
- Membagikan hasil diskusi yang
diperolah dari pasangan sebelumnya
- Menanggapi hasil diskusi
- Bertanya kepada yang membagikan
hasil diskusi
- Menjawab pertanyaan dari
pasangan yang lain.
- Memperhatikan siswa
yang
sedang membagikan hasil diskusi.
|
Adapun aktivitas siswa yang diteliti dalam
penelitian tindakan kelas ini adalah:
a) Memperhatikan penjelasan guru
melalui demonstrasi
b) Memikirkan soal dalam bentuk LKS
c) Berdiskusi dalam pasangan
d) Berbagi hasil diskusi ke seluruh
kelas.
Dari
penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa merupakan
rangkaian kegiatan-kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti
pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, dan segala kegiatan yang dilakukan
yang dapat menunjang prestasi belajar.
6. Hasil Belajar
Hasil
belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa setelah mengikuti
kegiatan proses belajar mengajar berdasarkan kreteria tertentu dalam pengukuran
pencapaian tujuan pembelajaran itu sendiri. Dimyati (1999:3) menyebutkan bahwa:
Hasil belajar merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak
mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan berakhirnya pengalaman dari puncak proses belajar.
Sedangkan Ahmadi (1984:4) menyatakan bahwa
”hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha
belajar dalam perwujudan prestasi belajar siswa yang dapat dilihat pada setiap
mengikuti tes”.
Dari
pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan yang dialami oleh seseorang setelah mengalami kegiatan belajar. Untuk
mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa, diperlukan tes yang akan dinyatakan
dalam bentuk angka atau nilai tertentu. Hasil belajar sangat tergantung dari
proses pembelajaran yang dilalui oleh siswa, dalam hal ini siswa tidak bisa
dipisahkan dari peranan guru selama proses belajar mengajar berlangsung.
Siswa dikatakan telah mengerti
mengenai materi yang telah diajarkan atau belum dapat dilihat dari hasil tes
yang diperoleh siswa. Tujuan dari belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan,
penanaman konsep dan ketrampilan seta
pembentukan sikap. Untuk mendapatkan itu semua siswa harus belajar. Proses
pembelajaran yang berlangsung tentu harus menyenangkan agar siswa mudah dalam
menyerap pelajaran. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses pembelajaran
maka diadakan evaluasi dengan menggunakan tes.
Materi yang diteskan disesuaikan
dengan materi pelajaran yang telah disampaikan. Kemampuan siswa dapat diukur
dengan melihat dari nilai tes siswa apakah siswa telah menguasai materi yang
telah diajarkan dengan baik atau belum. Jika nilai siswa telah mencapai standar
ketuntasan yang telah ditetapkan maka siswa tersebut telah dapat menguasai
materi pelajaran dengan baik.
Menurut Harahap (1985
: 25) yang dimaksud hasil belajar adalah:
Sebagai
hasil akhir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama
mengikuti proses belajar mengajar. Pembelajaran dikatakan jika pengetahuan
siswa bertambah dari hasil sebelumnya. Jika pengetahuan siswa tidak bertambah
perlu diadakan evaluasi sehingga proses pembelajaran selanjutnya dapat
berhasil”.
Pada akhir proses pembelajaran,
dilakukan evaluasi dengan tes untuk melihat hasil belajar siswa. Dari angka
yang diperoleh siswa tersebut dapat ditentukan apakah siswa tersebut sudah
tuntas belajar atau belum. Secara umum pembelajaran dikatakan tuntas apabila 70
% siswa mendapat nilai (KKM dilokasi sekolah).
Hasil belajar yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah hasil dari tes yang berupa angka. Nilai tertinggi yang
dapat dicapai oleh siswa adalah 100 dan nilai terendah adalah 0 setelah siswa
mengikuti tiga kali pertemuan maka diadakan ujian untuk mengetahui seberapa
besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah disampaikan.
Dari
penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil
akhir yang diperoleh siswa yang berupa nilai dari mengerjakan test setelah
mengikuti kegiatan belajar.
B. Kerangka Pikir
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
TPS disertai metode Demonstrasi terhadap
Aktivitas siswa.
Belajar
secara mandiri mambuat komunikasi dan belajar menjadi kurang efektif dan tidak efesien. Dalam penerapan dengan
metode pembelajaran kooperatif TPS, siswa dapat menyelesaikan masalah dengan
pasangannya, siswa melakukan kegiatan mengerjakan soal, berdiskusi, bertanya,
menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat dan juga aktivitas lain yang
mendukung kegaiatan belajar, akan tetapi semuanya itu tidak akan pernah
terlaksana manakala pada diri tiap siswa tidak memiliki ilmu walau sedikit
mengenai masalah/materi yang dihadapi. Dengan menerapkan metode demonstrasi
pada saat menjelaskan materi maka siswa akan memperoleh pengetahuan sebagai
potensi dalam melakukan hal-hal pada proses metode TPS berlangsung nantinya,
karena pada metode demonstrasi mempertunjukkan kejadian yang berlangsung pada
suatu benda. Oleh sebab itu maka terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa.
Pengelompokkan
dalam metode TPS terdiri dari siswa yang memiliki nilai akademik tinggi dan
siswa yang memiliki nilai akademik rendah. Dengan demikian diharapkan siswa
yang bernilai tinggi dapat membantu siswa yang bernilai rendah sehingga dapat
meningkatkan aktivitas siswa.
Metode
pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah kegiatan yang terdiri dari tiga tahap
yaitu think-pair-share. Think adalah saat siswa diberi kesempatan
untuk berfikir secara individu untuk memecahkan masalah yang berupa soal.. Pair
adalah saat siswa berdiskusi dengan pasangannya mengenai solusi dari soal yang
diberikan. Share adalah saat siswa berbagi solusi yang telah didapatkan
atau mempresentasikan solusi dari soal yang ada didepan kelas.
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
TPS disertai metode Demonstrasi terhadap
hasil belajar siswa.
Siswa berbagi ilmu yang telah
didapatkan kepada seluruh kelas sehingga siswa akan menjadi lebih mengerti
mengenai materi yang sedang dipelajari. Ilmu akan lebih mudah untuk dipahami
jika diajarkan atau dibagi dengan orang lain.
Dengan demikian, maka
diharapkan dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS disertai
metode demonstrasi maka hasil belajar siswa dapat meningkat.
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan
pada penelitian tindakan kelas ini antara lain:
1. Metode pembelajaran kooperatif tipe TPS disertai
metode demonstrasi dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
2. Metode pembelajaran kooperatif
tipe TPS disertai metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar
matematika siswa.
selemat siang sob...
BalasHapuswah mantab sekripsinya... :)
siang juga gan...
BalasHapushahaha...
hanya mencoba membantu temen2 yang membutuhkan gan....
minta lanjutannya bro....
BalasHapustolong banget ini.....
BalasHapustolong banget ini.....
BalasHapus