Ibarat Menanam Pohon
Sore temen-temen semua, setelah saya kemaren posting tentang The Power Of Motivation, saya akan posting tentang cerita yang medah-mudahan dapat di jadikan untuk pembelajaran kita semua.
Di suatu daerah di pinggiran kota, hidup sebuah keluarga kecil, mereka hidup bertiga dengan seorang neneknya.
Sutu ketika, seorang adik perempuan mendapat nilai yang jelek, kemudian iya tidak memberi tahu saudara laki-lakinya karna itu akan membuatnya kecewa. Sewaktu sedang mempersiapkan buku untuk pelajaran esoknya, tiba-tiba nilai yang disembunyikan adiknya terjatuh, saat itu pula kakaknya terkejut melihat secarik kertas tersebut, dengan muka memerah, sang kakak pun langsung memarahinya, namun adiknya sebut saja "jelita": hanya terdiam menundukan kepala karna merasa takut.
Hal itu membuatnya trauma, dan setiap apa yang dilakukan disekolah selalu dibayangi dengan kemarahan kakaknya. Beberapa hari kemudian ada test pada suatu mata pelajaran tertentu, namun lagi-lagi hsilnya mengecewakan. Karna takut, jelita pun mengulangi kesalahannya lagi , dengan harapan kakaknya tidak mengetahuinya.
Suatu ketika si kakak menemukan lembar nilai yang disebunyikan oleh adiknya tersebut, Karena merasa di remehkan , kakanya pun langsung membentak jelita , memarahinya, mengolok-oloknya sepanjang hari itu. Si jelita hanya terdiam seraya dalam hati berkata “ aku memeng orang bodoh “, aku tidak bisa melakukan apa yang bisa kakakku lakukan. Karena kekesalan kakaknya terhadap adiknya itu, dia membiarkan jelita dengan mata pelajaran yang membebaninya. Dia sibuk dengan pekerjaanya, pulang pagi, malem bahkan 2-3 hari tidak pulang kerumah hanya demi pekerjaanya.
Ketika pembagian rapor, sungguh di luar dugaan, hampir semua nilai yang ada pada lapor itu merah, jelita hanya bisa menangis melihat nilai itu, lalu si kakak hanya berkata” buat apa menengis, tidak ada gunanya, sudahlah terima kenyataan aja”, dengan hati yang gundah si jelita hanya bias terdiam dengan beban mental yang cukup berat. Hari kehari beban itu semakin terasa berat yang di derita jelita, karena iya merasa dirinya lah yang paling bodoh di kelas itu. Kemudian dengan perasaan pesimisnya itu jelita ingin mengakhiri sekolahnya di tingkat menengah atas itu. Dia merasa hidup sendiri, semua beban sekolahnya selalu dikerjakan sendiri, semua keluarganya tidak mempedulikannya, terutama kakaknya.
Ketika itu keputusan jelita sudah bulat, iya benar-benar tidak mau untuk berangkat menuntut ilmu seperti yang di idam-idamkan orang tuanya. lagi –lagi kakaknya pun tidak mendengarkan apa alasan jelita untuk putus sekolah, dengan kemarahannya ia memerahinya, melebihi hari-hari sebelumnya. Karena merasa marah , jelita balas membentak kakanya “ aku malu kak, aku tidak bias apa-apa di sekolahan, aku Cuma bisa diam” .sepontan kaka pun terdiam mendengar jelita membentak.
Iya baru tersadar, bahwa selama ini ia tidak pernah memperhatikan jelita, ia selalu sibuk dengan urusannya sendiri. Ia selalu beranggapan bahwa apa yang dia lakukan merupakan hal yang paling benar. Apa yang ia perintahkan harus di lakukan yang itu membuat jelita semakain tertekan.
Pembaca yang terhormat, kisah ini merupakan realita yang ada dalam lingkungan kita, banyak pelajaran yang bias di ambil dari kisah tersebut. orang tua selalu menganggap apa yang di pikirkanya adalah yang paling benar, namua ia tidak mau meliahat, mendengar apa yang anak-anaknya pikirkan. Kedisiplinan memang penting, namun tidak semua kedisiplinan harus dilakukan dengan cara yang kasar. Mendidik anak layaknya kita seperti menanam pohon, yang membutuhkan waktu untuk tumbuh, begitu juga dengan mendidik anak yang membutuhkan waktu untuk menjadi insan yang luhur.
iya tuh setuju..klo boleh kasih masukan he...kata-katanya beberapa tidak lengkap ngetiknya he...agak menggangu waktu membaca...maaf ya..salam bloger ..
BalasHapushahaha......
Hapusmaklum sob, buru-buru...
maksih saran dan kunjungan nya.....
keren....go blog...tetap posting bro
BalasHapuskeren nih...
BalasHapuslanjutkan ya mas...???
semangat...