TOP NEWS

Ketika Kamu BERHASIL, Teman-Temanmu Akhirnya Tahu Siapa KAMU...dan Ketika Kamu GAGAL Kamu Akhirnya Tahu Siapa Teman-Temanmu...

Sabtu, 09 Juni 2012

Proposal dan Skripsi " Upaya Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar Matematika Dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair - Share (Tps) Disertai Demonstrasi "

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan dan pembangunan suatu negara. Negara dikatakan maju dalam segala bidang baik dalam bidang ekonomi, teknologi, pertanian ataupun yang lainnya tidak terlepas dari peran pendidikan. Hal ini dikarenakan orang cerdas atau berpendidikan akan dapat memberikan kontribusi yang positif kepada negara. Akan tetapi yang perlu diingat bahwa pendidikan akan berhasil dengan maksimal manakala setiap elemen dari pendidikan baik dari bawah sampai atas senantiasa berorientasi pada tujuan pendidikan nasional. Adapun tujuan pendidikan nasional menurut UU No.20 tahun 2003 pasal 3 disebutkan bahwa :
 Tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreative, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk menjawab tuntutan tersebut, dewasa ini telah banyak dilaksanakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan nasional. Hal ini dapat kita lihat dengan banyaknya usaha-usaha perubahan dan perbaikan-perbaikan pada sistem pendidikan. Dimana usaha perbaikan dan perubahan ini mencakup dari berbagai aspek seperti: kebijakkan, kurikulum, segi matrial, kesejahteraan para guru dan penempatan guru profesional di daerah terpencil.
Guru sebagai tenaga pendidikan  harus dapat mengembangkan potensi peserta didik secara optimal dengan kemampuan untuk berkreasi, mandiri, bertanggung jawab, dan dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, sehingga nantinya dapat melaksanakan fungsinya sebagai warga negara. Dalam memberdayakan peserta didik secara optimal maka tidak terlepas dari pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.
Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas sebaiknya tidak hanya didominasi oleh guru saja, akan tetapi harus siswa yang lebih aktif karena memang siswa yang belajar bukan guru, sehingga siswa tidak lagi sebagai obyek belajar akan tetapi sebagi subyek belajar. Jadi jelaslah bahwa memang siswa yang harus berperan aktif dalam proses pembelajaran untuk mendapatkan dan mengembangkan pengetahuan itu, sementara peran guru bukan sebagai satu-satunya sumber belajar akan tetapi sebagai mediator dan fasilitator dalam rangka membantu optimalisasi belajar siswa.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada tahun pelajaran 2008/2009 semester ganjil kelas XI  Metro dengan pihak sekolah, bahwa Sekolah Madrasah Aliyah Negeri  Metro dalam meningkatkan mutu pendidikan telah melakukan  berbagai upaya-upaya antara lain melengkapi buku-buku perpustakaan, mendisplinkan dalam proses belajar mengajar baik siswa maupun guru, dan mengikutsertakan guru dalam pelatihan-pelatihan, setiap guru mata pelajaran wajib membuat perangkat-perangkat pembelajaran seperti program tahunan, program semester, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran. Namun dengan demikian hasil belajar matematika siswa masih cenderung rendah dengan ditandai banyaknya siswa yang belum mencapai kreteria ketuntasan minimal (KKM), dimana KKM mata pelajaran matematika adalah 6,0. sebagaimana dapat kita lihat dari tabel dibawah ini :

Tabel I. Daftar  nilai uji Blok matematika siswa kelas XI IPA Semester Ganjil   Metro TP. 2008/2009.
No
Nilai
Kreteria
Jumlah
Presentasi
1
Tuntas
15
42,9 %
2
< 60
Tidak tuntas
20
57,1 %
Jumlah
35
100 %
Sumber : Buku daftar nilai Daftar  nilai uji Blok matematika siswa kelas XI IPA4 Semester Ganjil  TP. 2008/2009.


Kemuudian didapat dari hasil observasi dan wawancara terkait dengan siswa yang tidak tuntas ditemukan beberapa aktivitas antara lain:
1.      Siswa menganggap pelajaran matematika sebagai pelajaran yang sulit dan rumit apalagi penyampaiannya dengan metode ceramah khususnya pokok bahasan peluang banyak konsep-konsep yang abstrak.
2.      Masih banyak siswa yang  tidak memperhatikan guru dalam menjelaskan materi.
3.      Sering kali ketika diberi kesempatan untuk bertanya siswa hanya berdiam, sementara siswa belum memahami materi yang disampaikan guru.
4.      Kadang kala Jika ada siswa yang bertanya kepada guru, teman-temannya malah melecehkannya.
5.      Sebagian besar siswa tidak dapat mengerjakan latihan, sementara mereka tidak berusaha untuk membaca buku untuk mengerjakan latihan tersebut atau bertanya kepada temannya yang dapat mengerjakan.
   Melihat permasalahan-permasalahan diatas maka model pembelajaran kooperatif tipe TPS disertai demonstrasi, dipandang relevan dengan masalah diatas dalam rangka untuk meminimalisir permasalahan tersebut. Keunggulan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan model pembelajaran kooperatif lainnya adalah membentuk tanggung jawab individu dan kelompok, karena pada model ini ada tugas individu dan tugas kelompok. Setiap siswa akan berpikir dan mempunyai pendapat sendiri dalam menyelesaikan tugas mandiri yang berkaitan dengan tugas pasangan. Jadi sebelum siswa masuk kepasangannya sudah mempunyai pendapat tentang materi yang dipelajari, sehingga mereka akan saling bekerja sama dan saling membantu dalam anggota pasangan untuk memahami materi dan menyelesaikan tugas mereka. Model pembelajaran kooperatif learning tipe TPS disertai metode demonstrasi diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar dan meningkatkan ketuntasan belajar siswa khususnya mata pelajaran matematika.
Dengan pertimbangan inilah yang dapat mendorong penulis untuk meneliti masalah ini, mengingat pentingnya pemilihan metode pembelajaran. Sehubungan dengan hal diatas, maka penulis mengemukakan judul sebagai berikut :
’UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) DISERTAI DEMONSTRASI  MAN TAHUN 2009-2010”  


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                           
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka disusun rumusan masalah pada penelitian sebagai berikut :
1.   Apakah pembelajaran dengan metode kooperatif tipe think- pair- share disertai metode demonstrasi dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas XI semester ganjil MAN ?.
2.    Apakah pembelajaran dengan metode metode kooperatif tipe think- pair- share disertai metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas XI semester ganjil MAN?.
C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut?
1.      Untuk mengetahui peningkatan aktivitas belajar matematika siswa setelah mengikuti metode pembelajaran kooperatif tipe tipe think-pair-share disertai demonstrasi pada siswa kelas XI IPA4 semester ganjil MAN .
2.      Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah mengikuti metode pembelajaran koooperatif  tipe think- pair-share disertai demonstrasi pada siswa kelas XI IPA4 semester ganjil MAN .
D.    Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas yang diperoleh diharapkan dapat berguna:
1.      Bagi siswa: untuk mengurangi kejenuhan siswa dalam belajar yang sehingga dapat  dapat mendorong peningkatan aktivitas siswa yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.      Bagi guru: untuk menambah  wawasan guru sebagai metode alternatif  dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.
3.      Bagi sekolah: untuk menambah sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas siswanya.
E.      Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pada penelitian adalah sebagai berikut :
1.      Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian tindakan kelas.
2.      Metode demonstrasi pada penelitian ini hanya sebagai pelengkap metode TPS, dimana metode demonstrasi hanya digunakan pada saat guru menyampaikan materi ajar. 
3.      Siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA4  MAN tahun pelajaran 2009-2010 yang bertempat di jalan Ki Hajar Dewantara No 110 Kampus 15 A Iring Mulya Kota Metro.
4.      Materi yang diajarkan pada penelitian ini adalah  Materi Peluang.
  

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Kajian Teori
1.      Pembelajaran kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Menurut Slavin (dalam Isjoni 2007: 12) menyatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja  dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok yang heterogen”.
Pendapat ini didukung oleh Lie (dalam Isjoni 2007:16) bahwa ”pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong,  yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur”.
Sedangkan Menurut Isjoni (2007:6) menyatakan bahwa

7
 
“pembelajaran kooperatif adalah belajar bersama-sama, saling bantu membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya”.
            Dari beberapa pendekatan diatas maka dapat disimpulkan tentang ciri-ciri pembelajaran Pembelajaran kooperatif yaitu:
a.       Siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok.
b.      Kelompok tersebut merupakan kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda.
c.       Para siswa didalam kelompok tersebut saling bekerja sama dan saling membantu dalam memahami bahan pelajaran.
d.      Masing masing anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan teman anggota kelompok.
Menurut Lungdren ( dalam Isjoni 2007:13), unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a.       Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.
b.      Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
c.       Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
d.      Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.
e.       Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
f.       Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
g.      Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

2.      Metode Demontrasi
Berikut ini akan dikemukakan beberapa pendapat atau teori dari para ahli yang menunjang dan mendasari variable pada penelitian ini :
Menurut Sagala (2007:210) mengemukakan bahwa:
Metode demonstrasi adalah pertunjukkan tentang proses terjadinya suatu peristiwa atau benda sampai pada penampilan tingkah laku yang dicontohkan agar dapat diketahui dan dipahami oleh peserta didik secara nyata atau tiruan.

Sedangkan Sanjaya (2006:150) mengemukakan bahwa “metode demonstrasi adalah penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa tentang sesuatu proses, situasi atau benda tertentu  baik sebenarnya atau tiruan”.
Dari beberapa teori diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode demonstrasi adalah suatu cara menyampaikan informasi (pelajaran) dengan langsung memperagakan tentang proses terjadinya peristiwa atau benda agar dapat dipahami oleh siswa baik secara nyata maupun manipulasi.
3.      Metode  Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS
Metode pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah salah satu metode dari model pembelajaran kooperatif dimana siswa berinteraksi dengan seorang pasangannya dan kemudian berdiskusi untuk berbagi berbagai informasi. Strategi ini dilakukan untuk mengefektifkan pembagian informasi secara efesien. Menurut Arends (dalam Trianto, 2007 : 61) menyatakan ”prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberikan siswa lebih banyak waktu berfikir, untuk saling merespon dan membantu”.
Menurut Alma (2009: 91) think-pair- share adalah ”pertanyaan diajukan untuk seluruh siswa, lalu setiap siswa memikirkan jawabannya kemudian siswa dibagi berpasangan dan berdiskusi, pasangan ini melaporkan hasil diskusinya dan berbagi pemikiran dengan seluruh kelas”.
   Menurut Arends ( dalam Trianto, 2007 : 61) menyatakan bahwa langkah langkah dalam penerapan TPS yaitu:
a.       Langkah 1: berfikir (Thinking)
            Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban atau masalah.
b.      Langkah 2: berpasangan (Pairing)
            Selanjutnya guru meminta siswa berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberikan  waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
c.        Langkah 3 : berbagi (Sharing)
            Guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruh kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif sampai sekitar sebagaian pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan.


Jadi dapat disimpulkan bahwa  metode TPS adalah diawali dengan proses Think (berfikir), siswa berfikir terlebih dahulu terhadap masalah yang disajikan guru, kemudian Pair (berpasangan), siswa diminta untuk membentuk pasangan dan berdiskusikan apa yang telah dipikirkannya secara mandiri dan diakhiri dengan share (berbagi), setelah tercapai kesepakatan tentang pikirannya, maka salah satu pasangan membagikan kepada seluruh kelas apa yang menjadi  kesepakatan dalam pasangannya kemudian dilanjutkan dengan pasangan lain hingga sebagian pasangan dapat melaporkan mengenai berbagai pengalaman atau pengetahuan yang telah dimilikinya.
            Model  pembelajaran kooperatif tipe TPS Menurut  Assyafi'i         (2009: 43) memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan antara lain:
1)      Kelebihan TPS (think-pair-share)
- Memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling    membantu satu sama lain
- Meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana.
- Lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing    anggota kelompok.
- Interaksi lebih mudah
- Lebih mudah dan cepat membentuk kelompoknya
- Seorang siswa juga dapat belajar dari siswa lain dalam masing-masing    pasangan untuk saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum   disampaikan di depan kelas
- Dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan    untuk berpartisipasi dalam kelas
- Siswa dapat mengembangkan keterampilan berfikir dan menjawab dalam    komunikasi antara satu dengan yang lain, serta bekerja saling membantu    dalam kelompok kecil
- Siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya    dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar.
2)      Kelemahan TPS (think-pair-share)
- Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas
- Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu    pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan   yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang...
- Menggantungkan pada pasangan
- Jumlah kelompok yang terbentuk banyak.

Selain kelebihan dari TPS diatas ada beberapa alasan perlu menerapkan  TPS. Menurut Anatahime (2008: 5) alasan mengapa perlu menggunakan think-pair-share diantaranya:
1) Think-pair-share  membantu menstrukturkan diskusi. Siswa mengikuti proses yang telah tertentu sehingga membatasi kesempatan berfikirnya melantur dan tingkah lakunya menyimpang karena mereka harus berfikir dan melaporkan hasil pemikirannya ke mitranya.
2)  Think-pair-share meningkatkan partisipasi siswa dan meningkatkan banyaknya informasi yamg diingat siswa. dengan think-pair-share siswa belajar dari satu sama lain dan berupaya bertukar ide dalam konteks yang tidak mendebarkan hati sebelum mengemukakan idenya ke dalam kelompok yang lebih besar.
3) Siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup sosial mereka. Dalam think-pair-share mereka juga merasakan: saling ketergantungan positif karena mereka belajar dari satu sama lain, menjunjung akuntabilitas individu karena mau tidak mau mereka harus saling berbagi ide, dan wakil kelompok harus berbagi ide pasangannya dan pasangan yang lain atau keseluruh kelas

4.      Pengertian Belajar
Siswa dikatakan telah belajar apabila terdapat perubahan perilaku pada siswa tersebut atau memperbaiki pengalaman yang telah dimiliki. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Hamalik (2005:27) bahwa: ” belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”.
Sedangkan menurut  Sardiman (1986:20) menyatakan bahwa ”belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkain kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya”.
Pendapat ini didukung oleh Kimble (dalam Simanjutak 1992:38) menyatakan bahwa :
Belajar adalah perubahan yang relatif mantap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan dan tidak termasuk perubahan–perubahan karena kematangan, kelelahan, atau kerusakan pada susunan saraf.

Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada diri si belajar akibat dari pengalaman yang diperoleh dari serangkaian kegiatan dan bukan perubahan tingkah laku yang diakibatkan karena kematangan (mature) atau kerusakan pada susunan saraf.

5.      Aktivitas Belajar
Aktivitas/Kelakuan dari siswa yang dimodifikasi atau diperbaiki dalam belajar adalah kelakuan yang kurang baik. Perbaikan kelakukan siswa dilakukan dengan memperbaiki pengalaman belajar siswa. Setiap siswa tentu memiliki pengalaman belajar yang berbeda. Siswa telah belajar jika siswa tersebut telah memperbaiki pengalaman yang salah yang dimiliki oleh siswa. Salah satu cara memperbaiki pengalaman adalah dengan melakukan aktivitas belajar di dalam kelas. Dengan melakukan aktivitas maka diharapkan siswa akan mengetahui dimana letak kesalahan pemahaman siswa selama ini dan kemudian memperbaikinya.
Pada saat pembelajaran berlangsung ternyata ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan oleh siswa. Kegiatan yang dilakukan oleh siswa tentu diharapkan adalah kegiatan  yang bermanfaat yang  berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar. Jika siswa melakukan aktivitas yang relevan dengan kegiatan belajar mengajar tentu diharapkan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap hasil belajar siswa.
Menurut Whipple (dalam Hamalik 2005:173) membagi kegiatan-kegiatan siswa menjadi bekerja dengan alat-alat visual, ekskursi, dan trip, mempelajari masalah–masalah, mengapresiasikan literatur, ilustrasi dan kontruksi, bekerja menyajikan informasi serta cek dan tes.

Kemudian menurut Dierich (dalam Hamalik 2005:172)  menambahkan bahwa jenis-jenis aktivitas itu terbagi menjadi: kegiatan visual, lisan (Oral), mendengarkan, menggambar, memetrik, kegiatan mental, dan kegiatan emosional.
Pada penelitian ini kisi-kisi aktivitas dari siswa yang diamati yang berhubungan dengan metode pembelajaran TPS disertai Demonstrasi yaitu:
Tabel II. Kisi-kisi aktivitas siswa
No
Sintaks
Aspek Aktivitas
Indikator
1.
Menjelaskan materi dengan demonstrasi
Memperhatikan penjelasan guru melalui demonstrasi
-       Menghadap ke guru yang  sedang menjelaskan.
-       Bertanya kepada guru  mengenai materi

2.
Think
Memikirkan soal dalam  LKS





-       Membaca buku yang relevan dengan masalah/soal
3
Pair
Berdiskusi dalam pasangan






-       Menjelaskan penyelesaian soal kepada pasangannya
-       Menyatukan kedua jawaban mereka
-       Bertanya kepada pasangannya
4
Share











Berbagi hasil diskusi ke seluruh kelas.








-       Membagikan hasil diskusi yang diperolah dari pasangan sebelumnya
-       Menanggapi hasil diskusi
-       Bertanya kepada yang membagikan hasil diskusi
-       Menjawab pertanyaan dari pasangan yang lain.
-       Memperhatikan siswa
     yang sedang membagikan      hasil diskusi.

      Adapun aktivitas siswa yang diteliti dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:
a)      Memperhatikan penjelasan guru melalui demonstrasi
b)      Memikirkan soal dalam bentuk LKS
c)      Berdiskusi dalam pasangan
d)     Berbagi hasil diskusi ke seluruh kelas.
      Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa merupakan rangkaian kegiatan-kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, dan segala kegiatan yang dilakukan yang dapat menunjang prestasi belajar.
6.      Hasil Belajar
Hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan proses belajar mengajar berdasarkan kreteria tertentu dalam pengukuran pencapaian tujuan pembelajaran itu sendiri. Dimyati (1999:3) menyebutkan bahwa:
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengalaman dari puncak proses belajar.

      Sedangkan Ahmadi (1984:4) menyatakan bahwa ”hasil belajar adalah hasil yang dicapai dalam suatu usaha, dalam hal ini usaha belajar dalam perwujudan prestasi belajar siswa yang dapat dilihat pada setiap mengikuti tes”.
            Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan yang dialami oleh seseorang setelah mengalami kegiatan belajar. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa, diperlukan tes yang akan dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai tertentu. Hasil belajar sangat tergantung dari proses pembelajaran yang dilalui oleh siswa, dalam hal ini siswa tidak bisa dipisahkan dari peranan guru selama proses belajar mengajar berlangsung.
            Siswa dikatakan telah mengerti mengenai materi yang telah diajarkan atau belum dapat dilihat dari hasil tes yang diperoleh siswa. Tujuan dari belajar adalah untuk mendapatkan pengetahuan, penanaman konsep  dan ketrampilan seta pembentukan sikap. Untuk mendapatkan itu semua siswa harus belajar. Proses pembelajaran yang berlangsung tentu harus menyenangkan agar siswa mudah dalam menyerap pelajaran. Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses pembelajaran maka diadakan evaluasi dengan menggunakan tes.
            Materi yang diteskan disesuaikan dengan materi pelajaran yang telah disampaikan. Kemampuan siswa dapat diukur dengan melihat dari nilai tes siswa apakah siswa telah menguasai materi yang telah diajarkan dengan baik atau belum. Jika nilai siswa telah mencapai standar ketuntasan yang telah ditetapkan maka siswa tersebut telah dapat menguasai materi pelajaran dengan baik.
Menurut Harahap (1985 : 25) yang dimaksud hasil belajar adalah:
        Sebagai hasil akhir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai siswa selama mengikuti proses belajar mengajar. Pembelajaran dikatakan jika pengetahuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya. Jika pengetahuan siswa tidak bertambah perlu diadakan evaluasi sehingga proses pembelajaran selanjutnya dapat berhasil”.

            Pada akhir proses pembelajaran, dilakukan evaluasi dengan tes untuk melihat hasil belajar siswa. Dari angka yang diperoleh siswa tersebut dapat ditentukan apakah siswa tersebut sudah tuntas belajar atau belum. Secara umum pembelajaran dikatakan tuntas apabila 70 % siswa mendapat nilai (KKM dilokasi sekolah).
            Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil dari tes yang berupa angka. Nilai tertinggi yang dapat dicapai oleh siswa adalah 100 dan nilai terendah adalah 0 setelah siswa mengikuti tiga kali pertemuan maka diadakan ujian untuk mengetahui seberapa besar kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah disampaikan.
Dari penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil akhir yang diperoleh siswa yang berupa nilai dari mengerjakan test setelah mengikuti kegiatan belajar.
B.     Kerangka Pikir
1.      Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS  disertai metode Demonstrasi terhadap Aktivitas siswa.
Belajar secara mandiri mambuat komunikasi dan belajar menjadi kurang efektif  dan tidak efesien. Dalam penerapan dengan metode pembelajaran kooperatif TPS, siswa dapat menyelesaikan masalah dengan pasangannya, siswa melakukan kegiatan mengerjakan soal, berdiskusi, bertanya, menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat dan juga aktivitas lain yang mendukung kegaiatan belajar, akan tetapi semuanya itu tidak akan pernah terlaksana manakala pada diri tiap siswa tidak memiliki ilmu walau sedikit mengenai masalah/materi yang dihadapi. Dengan menerapkan metode demonstrasi pada saat menjelaskan materi maka siswa akan memperoleh pengetahuan sebagai potensi dalam melakukan hal-hal pada proses metode TPS berlangsung nantinya, karena pada metode demonstrasi mempertunjukkan kejadian yang berlangsung pada suatu benda. Oleh sebab itu maka terjadi peningkatan aktivitas belajar siswa.
Pengelompokkan dalam metode TPS terdiri dari siswa yang memiliki nilai akademik tinggi dan siswa yang memiliki nilai akademik rendah. Dengan demikian diharapkan siswa yang bernilai tinggi dapat membantu siswa yang bernilai rendah sehingga dapat meningkatkan aktivitas siswa.
Metode pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah kegiatan yang terdiri dari tiga tahap yaitu think-pair-share. Think adalah saat siswa diberi kesempatan untuk berfikir secara individu untuk memecahkan masalah yang berupa soal.. Pair adalah saat siswa berdiskusi dengan pasangannya mengenai solusi dari soal yang diberikan. Share adalah saat siswa berbagi solusi yang telah didapatkan atau mempresentasikan solusi dari soal yang ada didepan kelas.


2.      Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS  disertai metode Demonstrasi terhadap hasil belajar siswa.
               Siswa berbagi ilmu yang telah didapatkan kepada seluruh kelas sehingga siswa akan menjadi lebih mengerti mengenai materi yang sedang dipelajari. Ilmu akan lebih mudah untuk dipahami jika diajarkan atau dibagi dengan orang lain.
Dengan demikian, maka diharapkan dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe TPS disertai metode demonstrasi maka hasil belajar siswa dapat meningkat.
C.    Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan pada penelitian tindakan kelas ini antara lain:
1.       Metode pembelajaran kooperatif tipe TPS disertai metode demonstrasi dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
2.      Metode pembelajaran kooperatif tipe TPS disertai metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

 Untuk lanjutannya, yaitu BAB III, IV, V silahkan tinggalkan 

5 komentar: